Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ayah, Aku Rindu Peluk Hangatmu: Jeritan Hati Anak yang Merindukan Kehadiran Ayah

Setiap anak berhak merasakan hangatnya kasih sayang kedua orang tuanya. Namun, di Indonesia, termasuk di Surabaya, ada begitu banyak anak yang setiap hari merasakan hampa, merindukan sosok penting yang seharusnya menjadi pilar dalam hidup mereka: Ayah. Aku adalah salah satu dari mereka, dan inilah jeritan hatiku.

Ketika Ayah Hanya Sebuah Kata

Bagiku, dan mungkin bagi 20,9% anak-anak Indonesia lainnya, sosok ayah seringkali hanya ada dalam cerita, foto usang, atau mungkin panggilan telepon singkat. Terkadang, Ayah pergi karena perpisahan dengan Ibu, karena tuntutan pekerjaan di kota yang jauh, atau bahkan karena Tuhan memanggilnya pulang. Apapun alasannya, ketiadaan Ayah meninggalkan lubang yang dalam di hati kami.

Aku sering melihat teman-temanku bermain bola dengan ayah mereka, mendengar cerita lucu dari ayah mereka saat makan malam, atau sekadar melihat ayah mereka membantu mengerjakan PR. Rasanya iri. Aku ingin Ayah juga ada di sana, di sampingku. Kehadiran Ayah bukan hanya sekadar fisik, tetapi juga kehadiran emosional yang menenangkan, suara yang menuntun, dan pelukan yang menguatkan.


Dampak yang Kurang Kalian Sadari, Ayah

Mungkin Ayah tidak menyadarinya, tetapi ketiadaanmu sangat memengaruhi kami. Kami merasa berbeda. Rasa percaya diri kami seringkali goyah. Ketika kami sedih, kami merasa sendirian. Tak jarang, rasa cemas dan depresi menghampiri kami. Kami mencoba kuat, tetapi di dalam, kami rapuh.

Beberapa dari kami mungkin jadi sulit mengendalikan emosi, mudah marah, atau bahkan terlibat dalam kenakalan remaja. Ada juga teman-teman kami yang jadi kesulitan belajar di sekolah. Kami tahu itu salah, tapi kadang kami bingung harus bagaimana. Kami membutuhkan Ayah untuk membimbing, untuk menetapkan batasan yang jelas, dan untuk menjadi contoh.

Terlebih lagi bagi kami anak perempuan. Rasanya rentan sekali. Kami mendengar cerita teman-teman yang mengalami masalah emosi, atau bahkan yang lebih parah, terlibat dalam perilaku berisiko. Kami membutuhkan Ayah untuk mengajarkan kami tentang harga diri, tentang perlindungan, dan tentang bagaimana seharusnya seorang laki-laki memperlakukan kami dengan hormat. Ketika Ayah tidak ada, kami merasa kehilangan kompas.

Bahkan, ada yang bilang kami adalah "Strawberry Generation". Kami terlihat kuat, tapi sebenarnya rapuh menghadapi tekanan. Kami kesulitan menghadapi tantangan, dan kadang memilih jalan pintas karena terbiasa mencari kenyamanan instan. Itu karena kami merindukan bimbingan Ayah, yang bisa mengajarkan kami disiplin dan keberanian.


Ayah, Jadilah Bagian dari Duniaku

Aku tahu Ayah punya banyak kesibukan. Kami tahu Ayah bekerja keras untuk kami. Tapi, bisakah Ayah menyisihkan sedikit waktu saja untuk kami? Hanya sekadar bertanya kabar kami, mendengarkan cerita kami, atau bahkan menemani kami bermain. Itu sudah sangat berarti.

Aku merindukan interaksi langsung denganmu. Aku merindukan kehadiranmu, baik secara fisik maupun psikologis. Aku ingin Ayah terlibat dalam setiap keputusan penting tentang hidupku. Aku ingin merasakan Ayah sebagai guru saat aku kecil, administrator saat aku remaja, dan sahabat serta pelatih saat aku beranjak dewasa.

Para Ayah di Indonesia, terutama di Surabaya, kami anak-anakmu memohon. Jangan biarkan kami merasakan kekosongan ini lebih lama lagi. Peluklah kami, dengarkan kami, bimbing kami. Kehadiranmu bukan hanya membentuk pribadi kami, tetapi juga menentukan masa depan bangsa ini. Karena kami, anak-anakmu, adalah generasi emas Indonesia 2045, dan kami membutuhkan Ayah di sisi kami.

Posting Komentar untuk " Ayah, Aku Rindu Peluk Hangatmu: Jeritan Hati Anak yang Merindukan Kehadiran Ayah"